Selasa, 06 November 2018

Kekurangan

Hari ini, saya menemukan teman-teman saya melakukan hal yang membuat saya kecewa. Bagi saya, apa yang mereka lakukan di belakang saya menunjukkan bahwa mereka cukup 'pengecut' dan melanggar tata krama. Selama empat tahun saya mengenal mereka, saya melihat mereka adalah orang yang cukup taat dalam menjalankan perintah agama, bila dibandingkan dengan saya. Tapi, mengapa mereka masih melakukan hal tersebut? Mungkin mereka menganggap hal itu gurauan yang lucu. Tapi bagi saya itu sama saja dengan merendahkan orang lain, termasuk saya. Satu hal yang saya herankan, mereka merendahkans orang lain pasti mereka merasa diri mereka lebih baik dari orang yang menjadi sasaran 'lelucon' mereka. Pertanyaannya, benarkah demikian? Saya rasa tidak. Jujur, saya marah dan kecewa dengan kelakuan mereka. Tetapi, itulah manusia dengan segala sifat dan kelauannya. Pertanyaan selanjutnya yang muncul di kepala saya: apakah agama mengajarkan demikian? Setahu saya, semua agama mengajarkan pada kebaikan, dan menyakiti perasaan orang lain, bahkan dengan kata-kata, bukanlah suatu kebaikan yang diajarkan oleh agama apapun. Lantas, mengapa banyak manusia, termasuk saya, melakukan hal tersebut? Mungkin, satu jawaban ini bisa mewakili beribu alasan: khilaf. Saya bukan orang yang paham dengan agama. Bukan pula penganut agama yang 'taat', bahkan cenderung 'konservatif'. Tingkah laku dan perkataan saya mungkin sering menyakiti hati orang lain, meskipun secara tidak langsung. Saya juga tidak punya hak memutuskan apakah hal yang dilakukan teman saya itu termasuk dosa atau tidak. Saya tidak berwenang untuk menghakimi mereka. Namun, dari sudut pandang saya, apa yang mereka lakukan jauh dari etika dan adab yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut tidak menggambarkan seorang 'cendekiawan' yang sudah diwisuda beberapa minggu lalu. Mungkin, meeka melakukan hal tersebut karena melihat kekurangan saya, dan mereka anggap itu lucu. Saya memang tidak lebih baik dari mereka untuk beberapa hal. Tetapi, saya jadi terbuka, bahwa seperti itulah sifat asli mereka. Namun, percuma saya marah, percuma saya kecewa, karena itu mungkin 'hak' mereka. Mereka anggap, kekurangan yang ada pada diri saya adala lelucon untuk mengisi waktu luang di sela kesibukan kantor. Namun bagi saya, apa yang mereka anggap 'kekurangan' pada diri saya bukanlah hal yang memalukan. Memang perlu diperbaiki, tapi tidak lantas menurunkan nilai diri saya. Apa rencana saya selanjutnya? Tentu saja balas dendam. Balas dendam pada mereka yang sudah menyakiti saya. Namun, satu hal yang terus melekat di benak saya: balas dendam terbaik adalah dengan menjadi sosok yang lebih baik lagi dibandingkan mereka yang sudah menyakiti saya. Terus berbuat baik, dan berusaha menjadi lebih baik setiap harinya. Usaha keras untuk mencapai target yang sudah ditetapkan. Hingga akhirnya, mereka tidak punya celah untuk menjadikan saya bahan lelucon. Kalaupun mereka masih menemukan celah itu, saya hanya akan tertawa. Menertawakan kebodohan mereka yang tidak mampu menggunakan waktu dengan bijak.