Rabu, 28 Oktober 2015

Sang Arsitek

Pada saat saya duduk di kelas dua SMA, saya dan teman-teman pernah mencoba untuk membantu saudara kita yang kurang beruntung. Minimal satu kali dalam seminggu, kami mengunjungi SLB B yang letaknya tak jau dari SMA. Apa yang kami lakukan di sana hanya sekedar berbagi apa yang kami punya. Terkadang, kami mencoba mengajar adik-adik yang tunarungu, meskipun lebih banyak kami yang belajar dari mereka. Berinteraksi dengan mereka membuat kami makin sadar bahwa Tuhan Arsitek Yang Agung. Dibalik kekurangan, pasti ada kelebihan yang Ia beri untuk dapat dibanggakan. Salah satu teman di SLB tersebut telah membuktikannya pada kami. Ya, dibalik fisiknya yang tak seperti kami, ia menyimpan bakat yang luar biasa. Ia memiliki bakat untuk menuangkan imajinasinya di atas kanvas. Banyak hasil lukisannya yang telah menjadi juara dari tingkat lokal hingga nasional. Tak hanya itu, banyak kolektor yang membeli lukisannya untuk dijadikan koleksi. Ya, oragtuanya pasti sangat bangga terhadap bakt yang ia miliki. Di tengah keterbatasan, ia mampu mengembangkan bakatnya. Jujur, seringkali saya berpikir bahwa Tuhan itu tidak adil. Akan tetapi, piiran saya langsung hilang seketika bila mengingat pengalaman saya di SLB dulu. Tuhan adalah sang Arsitek yang telah merancang dunia ini dengan akurat. Tak ada satu pun makhluk-Nya yang Ia biarkan menderita. Ia telah merancang bahwa semua ciptaan-Nya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Memang terdengar klise, tapi percayalah, hidup kita telah Ia rancang dengan sempurna, tanpa cela sedikitpun. Hanya terkadang, kita sebagai manusia yang kurang bersyukur dan kurang percaya terhadap kehebatan-Nya. Cobalah untuk yakin bahwa Ia memang Arsitek dalam hidup kita, jalani saja sesuai dengan rancangan-Nya. Dan cobalah untuk terus bersyukur.

Selasa, 27 Oktober 2015

Karena senja datangnya tak selalu, ajarkan aku bagaimana cara menghentikan waktu.

Sumpah atau Sampah Pemuda ?

Delapan puluh tujuh tahu lalu, banyak pemuda berusia dua puluhan berkumpul dan membahas arah dan tujuan bangsa ini. Mereka sudah merencanakan akan diapakan negara ini kelak. Hasilnya? Pembacaan ikrar Sumpah Pemuda yang menyatukan mereka dalam nama persatuan. Soekarno, Sutan Sjahrir, Muh. Yamin, dan masih banyak lagi para pendiri bangsa ini yang umurnya terbilang masih sangat muda telah menghasilkan rencana mengenai bangsa ini, padahal kejadian itu jauh sbeelum Indonesia Merdeka. Ya, meskipun mereka masih merasakan kejamnya kekuasaan penjajahan, mereka telah memiliki pandangan ke depan terhadap masa depan ibu pertiwi. Rasanya, bangga sekali memiliki pendiri bangsa seperti mereka. Akan tetapi, bagaimana dengan saat ini? Di usia yang hampir sama dengan para pendiri bangsa ini, saya merasa saya belum menghasilkan apa-apa untuk ibu pertiwi. Jangankan memikirkan bagaimana negeri ini kelak, memikirkan bagaimana saya mampu bertahan di tempat saya sekolah saja rasanya sulit sekali. Padahal, saya tidak merasakan kejamnya penjajahan. Saya bisa dengan mudah mengakses informasi dari berbagai media, bebas untuk berpikir, dan mengeluarkan pendapat saya. Namun, tak sedikit pun terbesit di pikiran saya mengenai bangsa ini. Mari kita sejenak melupakan masalah pribadi kita, dan cobalah untuk membuka mata, melihat keadaan bangsa ini. Bila delapan puluh tujuh tahun lalu pemuda seusia kita berkumpul dan membahas masa depan bangsa, apa yang dilakukan oleh sebagian besar pemuda bangsa ini? Tawuran antarpelajar, pergaulan bebas, narkoba, bullying di sekolah, dan masih banyak lagi perbuatan para pemuda bangsa yang menyedihkan. Di alam kemrdekaan ini, keadaan kita justru lebih terpuruk. Tak ada bedanya dengan sampah yang justru menjadi beban bagi negara. Saya pernah membayangkan, bila pemuda angkatan 1928 hadir saat ini, apa yang mereka pikirkan melihat kenyataan saat ini? Akankah mereka merasa bangga dengan kita, generasi penerus mereka? Saya rasa tidak. Justru mereka akan merasa kecewa melihat apa yang terjadi saat ini. Ikrar Sumpah Pemuda yang mereka tanam dalam diri demi mencapai Indonesia merdeka, kini telah hilang dalam diri pemuda saat ini. Ya, pembacaan Ikrar Sumpah Pemuda hanya menjadi 'tradisi' yang harus dilakukan dalam upacara peringatan Sumpah Pemuda. tak lagi dihayati, tak lagi diresapi. Ironis memang. Di hari Sumpah Pemuda ini, cobalah pikirkan. Apa yang bisa kita perbuat untuk meneruskan perjuangan para pendiri bangsa kita? Bila kita belum melakukannya, maukah kita memulainya saat ini juga? Sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab, hanya perlu direnungkan dan disikapi dengan bijak.

Senin, 26 Oktober 2015

Terima Kasih atas Senyum-Mu

Terima kasih atas senyum-Mu pagi ini, akan kujadikan sebagai payung mentari, tempat rinduku mendarat dengan hati-hati. Terkadang, kita lupa berterima kasih atas pagi hari yang telah kita lalui. Kita justru sering menggerutu di pagi hari, mengeluhkan tentang padatnya jadwal hari ini, mengeluh tentang waktu tidur yang masih kurang, dan masih banyak lagi. Seolah-olah, pagi hari adalah waktu untuk mengeluhkan segala hal yang belum terjadi di hari ini, dan pada malam hari, gerutuan kita makin bertambah karena hari yang kita lalui benar-benar buruk. Manusia memang aneh. Ya, manusia selalu mengeluhkan apa yang belum terjadi, dan bila semua keluhan itu benar-benar terjadi, mereka akan mengeluh juga. Pernahkah kalian berpikir, bahwa keluhan itu tak ada artinya sama sekali? Keluhan yang keluar dari mulut kita hanya akan menambah daftar panjang kesialan kita. mengapa kita tak mencoba untuk mengubah keluhan kita di pagi hari dengan ucapan terima kasih pada Tuhan? Rasa terima kasih kita karena kita masih bisa hidup, bernafas, dan diberi kekuatan untuk menjalani pagi ini. Cobalah berterima kasih di pagi hari, karena Tuhan telah memberi senyuman-Nya untuk memberi kita semangat menjalani hari, memberi kita energi untuk melakukan tugas kita sebagai makhluk-Nya.

Minggu, 25 Oktober 2015

Senin

Senin. Apa yang salah denga hari Senin ? Mengapa semua orang tak pernah menyukai hari Senin ? Ya, Senin adalah hari yang cukup menyebalkan. Setelah bersenang-senang selama akhir pekan, malas sekali rasanya memulai hari panjang yang melelahkan. Sebagai mahasiswa, saya pun sering merasa malas bertemu hari Senin. Pada hari Senin, jadwal pelajaran penuh dari jam delapan pagi hingga jam empat sore. Belum lagi tugas dan deadline yang diberikan oleh dosen rata-rata jatuh pada hari Senin. Setelah bersantai di akhir pekan, rasanya malas sekali memulai awal minggu dengan penuh 'perjuangan'. Sebenarnya, Senin tidak ada bedanya denga hari lain. Senin sama saja dengan Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Hanya sebuah nama yang menunjukkan waktu selama dua puluh empat jam. Dan waktu di hari Senin pun akan berjalan dengan sangat cepat, asal kita memulainya dengan senang. Mungkin ini terdengar klise, tapi cobalah tersenyum di hari Senin pagi, dan jalani saja waktumu. Entah itu melelahkan, membosankan, maupun menyenangkan, jalani saja.

Senin, 12 Oktober 2015

Aku Ingin Mencintaimu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan epada hujan yang menjadikannya tiada.

Ya, kadang rasa sayang itu sangat sederhana. Tak perlu rumit, yang penting tulus saja. Sayangnya, kita sendiri yang menyebabkan rasa itu menjadi rumit. Tapi tetap saja, menyayangi itu karunia terindah dari Tuhan.

Senin, 05 Oktober 2015

Salah

Manusia memang ditakdirkan untuk selalu salah, itu sebabnya Tuhan Maha Pemaaf. Ya, meski kita sudah berusaha sebaik mungkin melakukan semua hal, tetap saja itu adalah hal terbaik versi kita sendiri. Di mata orang lain, masih saja kita melakukan kesalahan. Tapi, itulah hidup. Seberapa besar usaha kita memberikan yang terbaik, tetap saja kita adalah makhluk yang tak pernah luput dari salah.
Bagaimana rasanya? Sedih, marah, kesal? Pasti kita semua merasakan hal itu. Wajar.
Tapi, setidaknya, kita harus ikhlas. Ikhlas dan menerima bahwa kita memang ditakdirkan untuk melakukan salah. Asal, jangan pernah mau melakukam kesalahan yang sama dan tetap lakukan segala sesuatu dengan versi terbaik kita.